Indeks saham dibentuk dengan tujuan untuk menggambarkan pergerakan seluruh saham di satu bursa tertentu. Untuk mencapai tujuan itu, sampel yang diambil harus representatif, meskipun tidak harus besar. Di beberapa bursa saham yang jumlah emiten tercatatnya belum banyak, indeks dihitung dari seluruh saham seperti di Bursa Taiwan, Korea, Copenhagen, dan Jakarta (IHSG).
Di sebagian besar bursa saham lainnya, indeks agregat sahamnya tidak mengambil seluruh populasi tetapi menggunakan sampel yang representatif. Jika sampel representatif (indeks LQ 45 dan indeks 100 saham) itu telah terpilih, pertanyaan berikutnya adalah berapa bobot untuk masing-masing saham di dalam sampel atau populasi untuk digunakan menghitung indeks. Ada empat cara pembobotan yang bisa digunakan, yaitu berdasarkan harga, nilai kapitalisasi, saham yang beredar di publik (free float), dan tidak tertimbang.
Untuk ilustrasi perbedaan empat metode di atas, saya akan menggunakan bursa saham hipotetis yang hanya terdiri atas empat saham berikut:
Saham Harga (Rp) Saham tercatat (juta) Nilai kapitalisasi pasar (Rp juta) Saham beredar di publik Kapitalisasi saham beredar (Rp juta) A 50 8 400 10% 40 B 100 2 200 30% 60 C 150 2 300 100% 300 D 200 0,5 100 100% 100 Jumlah 500 12,5 1000 - 500
Berdasarkan harga
Indeks saham berdasarkan harga yang paling populer adalah Dow Jones Industrial Average (DJIA). DJIA sebagai indeks pertama yang berdasarkan harga merupakan harga rata-rata dari 30 saham industri besar dan terkenal, umumnya adalah pemimpin dalam industrinya. Istilah lainnya untuk 30 saham itu adalah blue-chips. Selain DJIA, indeks saham lain yang berdasarkan harga adalah Nikkei 225 dari bursa saham Tokyo.
Dengan menggunakan contoh di atas, pergerakan indeks saham berdasarkan harga akan ditentukan perubahan harga saham A, B, C, dan D dengan bobot 10% (50/500), 20% (100/500), 30% (150/500), dan 40% (200/500) berturut-turut. Maksudnya adalah jika saham A naik 10% sementara tiga saham lainnya tetap, indeks akan naik 1% (10% x 10%). Namun, jika yang naik 10% itu adalah saham D dan yang lainnya tetap, indeks akan naik 4% (10% x 40%).
Penghitungan indeks ini menyebabkan saham yang berharga tinggi mempunyai pengaruh yang besar. Dalam contoh di atas, pengaruh persentasi kenaikan yang sama (10%) dari saham D adalah empat kali lebih besar daripada saham A.
Berdasarkan nilai
Berbeda dengan indeks berdasarkan harga, indeks berdasarkan nilai memberikan bobot yang lebih besar pada saham yang berkapitalisasi pasar besar dan bukan pada saham berharga tinggi. Yang dimaksud dengan kapitalisasi pasar suatu saham adalah jumlah saham tercatat dikalikan dengan harga pasarnya.
Indeks saham berdasarkan nilai adalah yang paling banyak digunakan, jauh melebihi penggunaan indeks lainnya. Indeks ini digunakan di BEI untuk menghitung IHSG, indeks LQ 45, Jakarta Islamic Index, dan sekitar 10 indeks sektoral di BEI. Indeks berdasarkan kapitalisasi pasar ini juga digunakan untuk indeks S&P 500, indeks NYSE, Nasdaq, dan Hang Seng. Keunggulan indeks berdasarkan nilai adalah perubahan indeks ini mencerminkan perubahan nilai kapitalisasi pasar jika mencakup seluruh saham di suatu bursa seperti IHSG BEI. Jika IHSG naik (turun), maka kapitalisasi pasar saham di BEI naik (turun).
Dengan menggunakan contoh di atas, pergerakan indeks saham berdasarkan nilai akan ditentukan perubahan harga saham A, B, C, dan D dengan bobot 40% (400/1000), 20% (200/1000), 30% (300/1000), dan 10% (100/1000) berturut-turut. Maksudnya adalah jika hanya saham A yang naik 10% (dari Rp 50 menjadi Rp 55), indeks akan naik 4% (10% x 40%). Sementara jika yang naik 10% itu adalah hanya saham D (dari Rp 200 menjadi Rp 220), indeks hanya naik 1% (10% x 10%).
Penghitungan indeks berdasarkan nilai menyebabkan saham yang mempunyai kapitalisasi besar lebih menentukan pergerakan indeks dibandingkan dengan saham berkapitalisasi kecil.
Indeks tak tertimbang
Yang relatif jarang digunakan adalah indeks tak tertimbang atau indeks yang memberikan bobot sama kepada semua saham tanpa melihat harga atau kapitalisasi pasar saham itu. Saham berharga Rp50 sama pentingnya dengan saham berharga Rp200. Saham berkapitalisasi pasar besar juga berbobot sama dengan saham berkapitalisasi kecil. Indeks tak tertimbang digunakan untuk indeks bursa Singapura,
Dalam contoh kita, semua saham berbobot sama yaitu ? atau 25%. Pengaruh perubahan 10% harga setiap saham terhadap pergerakan indeks adalah sama yaitu 2,5% (10% x 25%).
Saham beredar
Indeks berdasarkan saham yang beredar di publik berusaha untuk mengoreksi indeks berdasarkan nilai. Jika indeks berdasarkan nilai menggunakan seluruh saham tercatat sebagai dasar pembobotan, indeks ini hanya menggunakan jumlah saham yang beredar untuk menghitung nilai kapitalisasi. Menurut beberapa pakar, ini lebih fair.
Dalam contoh kita, jika penghitungan indeks ini yang digunakan, perubahan harga saham A, B, C, dan D masing-masing akan mempunyai pengaruh 8% (40/500), 12% (60/500), 60% (300/500), dan 20% (100/500) terhadap indeks saham. Penggunaan indeks ini menyebabkan saham C yang mempunyai saham beredar dengan kapitalisasi terbesar yang paling menentukan pergerakan indeks.
Menurut Anda, IHSG dan indeks saham lainnya di BEI sebaiknya dihitung berdasarkan nilai seperti sekarang atau berdasarkan saham beredar?
Budi Frensidy -Staf Pengajar FEUI dan penulis buku Matematika Keuangan
No comments:
Post a Comment