Thursday, April 23, 2009

Investor Switching Saham

JAKARTA, INVESTOR DAILY, Investor saham ramai-ramai mengalihkan (switching) portofolionya dari saham-saham unggulan (bluechips) ke saham lapis dua (second liner) dan lapis tiga (third liner). Itu dilakukan karena saham unggulan sudah jenuh beli dan potensi keuntungannya menipis.

Pengalihan portofolio secara masif itu tercermin pada volume dan nilai transaksi harian 45 saham terlikuid (LQ45) yang terus turun selama sepekan terakhir (13-21 April 2009). Pada 13 April, transaksi harian LQ45 mencapai Rp 3,36 triliun dengan volume 3,36 miliar saham, tapi pada 21 April turun menjadi Rp 2,13 triliun dengan volume 1,88 miliar saham.

Pada periode yang sama, nilai transaksi harian saham non-LQ45 melonjak dari Rp 0,81 triliun menjadi Rp Rp 3,03 triliun dengan kenaikan volume dari 1,83 miliar saham menjadi 20,86 miliar saham.

Dengan kenaikan itu, berarti kontribusi saham non-LQ45 terhadap total transaksi dan total volume perdagangan di bursa masing-masing naik dari 19,51% dan 35,25% menjadi 66,68% dan 91,74% .

Menurut pengamat pasar modal Goei Siauw Hong, saham-saham unggulan mulai terkoreksi akibat aksi ambil untung (profit taking), menyusul rally yang terjadi dalam sepekan terakhir. Sebaliknya, saham-saham lapis dua dan ketiga masih mencatatkan keuntungan.

“Pola switching terjadi karena saham-saham unggulan sudah jenuh beli (overbought). Itu sangat wajar,” ujarnya kepada Investor Daily di Jakarta, Selasa (21/4).

Investor yang selama ini mengoleksi saham-saham unggulan, kata Goei, juga masih memperhitungkan kemungkinan datangnya sentimen negatif dari bursa global. Itu karena perekonomian global, terutama Amerika Serikat (AS), belum menunjukkan sinyal pemulihan yang kuat.

Akan Berbalik

Goei Siauw Hong mengungkapkan, siklus switching akan berbalik setelah harga saham lapis dua dan lapis tiga sudah terlampau mahal (over valued). Apalagi jika saham-saham unggulan sudah mengalami jenuh jual (oversold). “Bila itu terjadi, investor akan memutar kembali portofolionya dari saham lapis dua atau lapis tiga ke saham-saham bluechips,” paparnya.

Analis Mega Capital Ratna Lim menjelaskan, yang mulai memburu saham-saham lapis dua dan tiga di lantai bursa saat ini bukan hanya investor lokal, melainkan juga investor asing.

“Kalau saya lihat trennya kemarin-kemarin memang begitu. Asing kemungkinan lebih tertarik membeli saham lapis dua dan tiga karena saham bluechips tidak lagi menjanjikan keuntungan yang besar, mengingat harganya sudah mahal,” tuturnya.

Ratna menambahkan, switching dari saham unggulan ke saham lapis dua dan tiga dimungkinkan karena umumnya harganya masih murah, terutama dibanding sebelum kejatuhan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Oktober tahun lalu. “Saham lapis dua dan tiga yang diburu investor umumnya saham-saham yang fundamental emitennya bagus,” ucap dia.

Saham-saham lapis dua dan tiga yang diincar investor, menurut dia, di antaranya saham-saham yang bisnis emitennya memiliki korelasi langsung dengan sektor infrastruktur (jalan, semen, konstruksi, telekomunikasi), yang berkorelasi langsung dengan suku bunga (properti, multifinance, perbankan), energi (jasa angkutan), dan komoditas (batubara, CPO, pertambangan, minyak, gas).

Pengamat pasar modal David Cornelis mengemukakan, pergerakan harga saham berkapitalisasi besar (big caps) dan saham-saham unggulan mulai melambat, bahkan terkoreksi. Tren tersebut mendorong investor mengalihkan investasinya ke saham lapis dua dan lapis tiga.

“Itu bisa dilihat dari mulai aktifnya pergerakan saham-saham lapis kedua dan ketiga di lantai bursa dalam beberapa hari terakhir. Sebaliknya, pergerakan harga saham bluechips malah melambat dan turun,” katanya.

Menurut Ketua Masyarakat Investor Indonesia (Missi) Nyak Dan Murdani, switching dari saham unggulan ke saham lapis dua dan lapis tiga berdampak positif terhadap industri pasar modal domestik. “Dengan adanya switching, berarti pasar semakin terdiversifikasi. Yang lebih penting lagi, saham-saham tidur pun bisa bangun lagi,” ucapnya.

IHSG Melemah

Sementara itu, setelah menguat selama lebih dari sepekan sejak 13 April 2009, IHSG kemarin ditutup melemah 32,996 poin (1,986%) menjadi 1.628,849. Indeks LQ45 turun 8,491 poin (2,587%) ke posisi 319,685.

Saham sektor infrastruktur, perbankan, keuangan dan aneka industri mengalami penurunan terbesar masing-masing 3,382%, 2,764%, 2,720%, dan 2,351%. Di pihak lain, saham sektor perkebunan, kebutuhan rumahtangga (consumer goods), dan properti ditutup menguat.

IHSG terkoreksi akibat aksi ambil untung yang dilakukan investor pada saham-saham unggulan setelah menguat selama lebih dari sepekan. “Penurunan indeks harga saham bursa global dan regional ikut mendorong investor di bursa domestik melepas sahamnya,” kata analis saham PT Optima Securities Ikhsan Binarto.

Kemarin, indeks utama bursa saham Asia pun rata-rata ‘memerah’. Nikkei ditutup melemah 213,42 poin (2,39%) menjadi 8.711,33. Hangseng juga turun 465,02 poin (2,95%), begitu pula indeks bursa Australia terkoreksi 89,200 poin (2,40%) menjadi 3.633,100. Namun, Straits Times naik 12,40 poin (0,66%) menjadi 1.887,25.

Aksi ambil untung terjadi pada 99 saham emiten, di antaranya saham Astra International Tbk (ASII) yang turun Rp 450 (2,82%) ke level Rp 15.500, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) terkoreksi Rp 400 (5,06%) ke posisi Rp 7.500, dan PT Indosat Tbk (ISAT) turun Rp 300 (5,22%) menjadi Rp 5.450.

Harga saham grup Bakrie di luar BUMI dan BNBR, juga menguat, yakni PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP) naik Rp 10 (1,85%) menjadi Rp 550, PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) naik Rp 1 (0,61%) menjadi Rp 166, dan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) naik Rp 2 (1,87%) menjadi 109. Bahkan, harga saham PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) naik Rp 54 (33,54%) menjadi Rp 215, sehingga saham tersebut mengalami penghentian perdagangan saham otomatis (autorejection) batas atas.

Jumlah saham yang dibeli investor asing di BEI kemarin mencapai 616,38 juta unit senilai Rp 444,62 miliar. Sedangkan transaksi jual mencapai 946,22 juta unit senilai Rp 905,67 miliar. Dengan demikian terjadi penjualan bersih Rp 461,05 miliar, meningkat dibandingkan hari sebelumnya Rp 83,35 miliar.

Dalam perdagangan kemarin, otoritas bursa memasukkan tiga saham ke dalam daftar unusual market activity (UMA) atau saham yang pergerakan harganya tidak wajar, yakni saham PT Central Proteinaprima/CP Prima Tbk (CPRO), PT Truba Alam Manunggal Engineering Tbk (TRUB), dan PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk (UNSP).

No comments:

blogger templates | Sefindo Trader